Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).
Meskipun populasi penduduk bertambah dan terus meningkat namun tidak pernah terdengar ada gangguan keamanan, atau difficulty perumahan ataupun kekurangan bahan-bahan kebutuhan. Bagaimanakah Rasulullah berhasil mengatur semua itu? Rasulullah meletakkan dasar-dasar pembangunan suatu umat yang kokoh berdasarkan kekuatan iman dan kearifan serta ketauladanan yang tinggi. Beliau tidak berupaya untuk memperoleh kekuasaan duniawi yang totaliter. Beliau tidak mempunyai pegawai ataupun lembaga tertentu yang mengatur pelaksanaan hukum seperti polisi yang menjaga keamanan atau penjara bagi pelanggar hukum. Bahkan di masa Rasulullah tidak ada sistim kemiliteran di mana ada panglima, gaji dan pangkatpangkat kemiliteran, rumah dinas dan lainnya, karena beliau menjadikan umat seluruhnya sebagai tentara yang siap siaga berperang memperjuangkan agama Allah. Terkadang beliau sendiri yang memimpin perang, tidak jarang pula mempercayakan kepada sahabat-sahabatnya yang terpilih dan dianggap ahli. Dan jika suatu misi militer berakhir maka panglima atau komandan yang ditunjuk kembali menjadi rakyat biasa. Dasar dari kebijakan tersebut adalah bahwa penguasa tunggal umat Islam adalah Allah. Mereka bekerja, berjuang dan berserah diri hanya kepada Allah, sehingga pemerintah adalah umat dan umat adalah pemerintah. Di sini tiada yang memerintah tiada pula yang diperintah tetapi umat memerintah diri sendiri di bawah arahan dan lindungan serta ketauladanan Rasulullah berdasarkan kesadaran hati sanubari yang lebih fungsional dalam mengawasi gerak-langkah seseorang lebih dari bentuk pengawasan lainnya Dan dalam memberikan ganjaran mental lebih pedih dan menyiksa dari bentuk ganjaran yang bersifat fisik.
Ia juga menghindari semua kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang berarti “yang benar”.
Pernikahan mereka menjadi simbol kebahagiaan dan cinta yang tulus, dengan Khadijah mendukung perjuangan dakwah Nabi hingga akhir hayatnya.
Ketika beliau tenang kembali beliau mendengar suara yang sudah tidak asing lagi baginya, mengatakan atau menfirmankan “Wahai orang yang berselimut bangkitlah menyampaikan risalah Tuhanmu, agungkan Tuhanmu, bersihkan pakaianmu, hindari kejahatan, jangan bersikap angkuh dan sombong; dan tabahlah demi Tuhanmu”. Demikian makna ayat-ayat pendek yang mengawali surah al-muddatstsir yang dalam susunan alQur'an menempati surah ke 74; didengarkan oleh rasulullah dengan penuh sadar, faham dan tercerna seperti halnya sewaktu turunnya Iqra'. Beliau kini yakin sepenuhnya bahwa suara itu tidak mungkin datang kecuali dari langit, sebab ada tegur sapa kepadanya wahai orang yang beselimut, sedangkan beliau betul sedang dalam keadaan berselimut, ada pula sejumlah perintah dan larangan serta anjuran; Perintah untuk bangkit menyampaikan pesan-pesan ini dan yang akan datang kemudian kepada segenap umat manusia, perintah mengagungkan Tuhan, membersihkan pakaian dan meninggalkan sesuatu yang tidak berkenan di sisi Allah atau tidak diridloi oleh-Nya; Larangan dari sikap sombong atas limpahan nikmat dalam risalah ini dengan terpilihnya menjadi pembawa risalah; Anjuran untuk tabah mengemban tugas-tugas besar dan berat yang dibebankan kepadanya.
bekal makanan-minuman sampai ke mulut gua, kemudian kembali ke rumah. Dari riwayat Imam Bukhari dapat difahami bahwa menjelang turunnya wahyu pertama, beliau berbekal untuk tinggal di gua berhari-hari dan jika perbekalannya habis beliau menjemput bekal untuk hari-hari selanjutnya. Hal ini dilakukan beliau pada awal-awal bulan Ramadlan. Sedangkan pada hari-hari menjelang turunnya wahyu agaknya beliau pulang setiap hari sebelum matahari terbenam, karena pada hari itu ketika matahari terbenam sedang Muhammad tak kunjung datang Khadijah cemas dan mengutus suruhannya untuk menjemput atau memperoleh keterangan akan sebab keterlambatannya. Berdasarkan riwayat Qatadah, Al-Tabary lebih lanjut menerangkan bahwa sesaat setelah menerima wahyu, Rasulullah keluar dari gua Hira dan mendapatkan Jibril dalam bentuk seseorang berdiri di ufuk langit dan menyapanya: Wahai Muhammad, aku Jibril dan engkau Rasulullah (utusan Allah), sabda Rasullah: seketika aku tertegun dan setiap aku melayangkan pandangan ke arah setiap penjuru terlihat olehku pemandangan yang sama sehingga aku berdiam diri, tidak maju, tidak mundur sampai utusan Khadijah datang menyaksikan aku dalam keadaan seperti itu, lalu ia pergi dan aku pun beranjak menuju rumah. Setiba di rumah langsung duduk di hadapan Khadijah yang segera bertanya: dari manakah gerangan wahai Abal Qasim? aku amat cemas sampai mengutus orang dan baru saja kembali. Di sini Qatadah mencampur-baur riwayat, karena seandainya Jibril menampakkan diri di ufuk langit saat Muhammad berangkat meninggalkan gua lalu menyapanya dengan sebutan Rasulullah, tentu beliau tidak perlu merasa takut dari apa yang baru saja dialami, dan tidak perlu Khadijah bergegas menghantar beliau menemui Waraqah ibn Noufal. Ditambahkan pula, bahwa ketika Muhammad menceritakan kejadiannya, beliau tidak menyebutkan adanya malaikat Jibril di ufuk langit.
Gua Hira terletak di puncak Jabal Nur, dan memiliki ketinggian sekitar 200 meter. Gunung ini berdiri dengan tajam dan membutuhkan waktu setidaknya setengah jam untuk mendakinya.
for hundreds of years, Muslim Students have regarded the situation of authenticity of hadith. Therefore they have designed innovative approaches (see Hadith scientific studies) of evaluating isnāds (chains of transmission). This was done to be able to classify Every hadith into "sound" (ṣaḥīḥ) for authentic reviews, versus "weak" (ḍaʿīfile) for ones which can be likely fabricated, in addition to other types.[nine] considering that many sīrah reviews also comprise isnād info and a number of the sīrah compilers (akhbārīs) ended up by themselves practicing jurists and experiencedīth transmitters (muḥaddiths), it absolutely was achievable to use cerita nabi muhammad pendek precisely the same ways of experiencedīth criticism towards the sīrah stories.
Khidmah Ibnu Hisyam dengan menyusun ulang kitab tersebut yang membuat kitab tersebut menjadi lebih baik dan bagus sehingga banyak membuat ulama memperhatikannya dengan meneliti,mensyarah dan memberikan komentar ilmiyah kepadanya.
To browse Academia.edu and the broader World wide web more quickly plus more securely, please take a couple seconds to improve your browser.
It gives details of situations in the two decades following the emigration, including the making from the Holy Mosques and a variety of armed forces expeditions and reveals how Islam for a faith developed.
manusia baru mengenal perencanaan di abad modern-day saja? Adakah bentuk perencanaan yang lebih sempurna selain perencanaan Muhammad observed? Penekanan kepada adanya perencanaan Rasulullah ini amat penting karena umumnya penulis Sirah, baik tradisional maupun sebagian besar di abad fashionable, cenderung tidak menjadikan Sirah sebagai wahana pendidikan ketimbang mementingkan popularitas diri sendiri. Sebagian besar dari mereka berasumsi bahwa Muhammad observed tiba di Madinah mendapatkan segala sesuatunya sudah teratur dan terorganisasi dengan baik serta siap berjalan di bahwa bendera Islam karena penduduk sudah menjadi muslim sejati. Expert kita Ibnu Hisyam berbicara panjang lebar tentang peperangan dan permusuhan antara penduduk Madinah sebelum Rasulullah hijrah, serta-merta saja berbicara tentang persatuan dan persaudaraan serta kesejahteraan hidup masyarakat Madinah sebagai akibat hijrah, tanpa menyinggung sedikitpun usaha-usaha dan ikhtiar Rasulullah demi mencapai sukses yang memukau itu. Padahal dalam sejarahnya yang panjang, bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang sangat individualistis dan egois. Permusuhan intern mereka melebihi permusuhannya dengan bangsabangsa lain. Bahkan pikiran mereka tidak mengenal adanya bangsa yang bersatu dan bekerjasama. Keadaan Madinah saat kedatangan Rasulullah belum merupakan ‘kota’ tapi hanya terdiri atas oase-oase yang tersebar panjang mengikuti gugusan bukit-bukit yang dikenal dengan gugusan bukit al-madinah. Kata Madinah berasal dari bahasa Suryani, midinta; yang berarti kawasan luas yang dihuni suatu kaum yang kondisi dan kepentingannya sama.
Setiap kelompok masyarakat berhak menyelesaikan problema inner masing-masing, kecuali jika ada ancaman menyangkut umat secara keseluruhan, maka hak penyelesaiannya berada di tangan Rasulullah. Sejauh ini telah diajukan agak rinci namun tidak sistimatis sebagian dari materi-materi Piagam Madinah, yang walaupun merupakan undang-undang dasar bertaraf tinggi namun para ulama kita, terutama yang terdahulu, tidak mengkajinya secara seksama bahkan meragukan keasliannya hanya karena tidak memenuhi kriteria sanad ulama hadis. Barangkali -dan ini yang terpenting- mereka segan menuntut penerapan Piagam karena hak-hak umat tidak diakui oleh dinasti yang berkuasa, apakah umawi, abbasi ataupun dinasti dan pemerintahan lainnya. Kini, kita memandang perlu mempelajari kembali materi-materi Piagam tersebut karena ia sarat dengan topik-topik aktual yang berwawasan inovatif dalam rangka menegakkan nilai-nilai keadilan, kebebasan, kemerdekaan dan pentingnya suatu konstitusi. Jika membaca uraian-uraian dan diskursus di sekitar sistim-sistim pemerintahan dewasa ini maka suatu pertanyaan yang muncul adalah mengapa persepsi kita demikan jauh dari apa yang telah dicanangkan al-Qur'an sejak empat belas abad lalu? Sebagian penulis populer senang mendengungkan bahwa Rasulullah berhasil mendirikan negara di Madinah dan beliau adalah kepala negara. Pernyataan demikian amat jauh dari kebenaran, karena Rasulullah bukan mendirikan negara melainkan membangun umat yang bersaudara dan saling menolong serta saling menghormati demi kesejahteraan hidup bersama.
Sebagian ayat Quran mempunyai tafsir atau pengertian yang izhar (jelas), terutama ayat-ayat mengenai hukum Islam, hukum perdagangan, hukum pernikahan dan landasan peraturan yang ditetapkan oleh Islam dalam aspek lain. Sedangkan sebagian ayat lain yang diturunkan pada Muhammad bersifat samar pengertiannya, dalam artian perlu ada interpretasi dan pengkajian lebih mendalam untuk memastikan makna yang terkandung di dalamnya, dalam hal ini kebanyakan Muhammad memberi contoh langsung penerapan ayat-ayat tersebut dalam interaksi sosial dan religiusnya sehari-hari, sehingga para pengikutnya mengikutinya sebagai contoh dan standar dalam berperilaku dan bertata krama dalam kehidupan bermasyarakat.